Tuhan yang Mahakuasa adalah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Domba-domba Tuhan mendengar suara Tuhan. Selama Anda membaca firman Tuhan yang Mahakuasa, Anda akan melihat Tuhan muncul! Kami menyambut semua pencari kebenaran untuk datang dan melihat.

菜單

Nubuat-nubuat Akhir Zaman Telah Digenapi: Cara Menyambut Kedatangan Tuhan yang Kedua Kali

Bencana sering terjadi dan nubuat akhir zaman telah terpenuhi. Bagaimana kita dapat menyambut kedatangan Tuhan? Silakan baca artikelnya sekarang dan temukan jawabannya.




Sabtu, 25 April 2020

Tuhan Menjadikan Pelangi Sebagai Tanda Perjanjian-Nya dengan Manusia

Kejadian 9:11-13 Aku akan menetapkan perjanjian-Ku dengan engkau, tidak akan ada makhluk hidup yang dimusnahkan karena air bah lagi; dan tidak akan ada air bah lagi yang akan menghancurkan bumi. Dan Tuhan berfirman: "Inilah tanda perjanjian yang Kutetapkan antara Aku dan engkau dan setiap makhluk hidup yang ada bersama-sama denganmu, turun-temurun: Aku akan menaruh busur-Ku di awan, dan itu akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi."
Selanjutnya, mari kita melihat bagian dari kitab suci tentang bagaimana Tuhan menjadikan pelangi sebagai tanda perjanjian-Nya dengan manusia.
Kebanyakan orang tahu apa pelangi itu dan telah mendengar beberapa kisah yang berkaitan dengan pelangi. Adapun kisah tentang pelangi di dalam Alkitab, sebagian orang memercayainya, sebagian orang menganggapnya legenda, sementara yang lain tidak memercayainya sama sekali. Apa pun itu, segala sesuatu yang terjadi dalam kaitannya dengan pelangi adalah semua hal yang pernah Tuhan lakukan, dan hal-hal yang terjadi selama proses pengelolaan manusia oleh Tuhan. Hal-hal ini telah dicatat dengan tepat di dalam Alkitab. Catatan-catatan ini tidak mengatakan kepada kita bagaimana suasana hati Tuhan pada saat itu atau maksud Tuhan di balik kata-kata yang Tuhan ucapkan. Selain itu, tidak ada seorang pun yang dapat menghargai apa yang Tuhan rasakan ketika Ia mengucapkannya. Namun, keadaan pikiran Tuhan tentang semua hal ini terungkap dalam makna yang tersirat dalam teks tersebut. Pikiran-Nya pada saat itu tampak sangat jelas lewat setiap kata dan frasa firman Tuhan.
Pikiran Tuhan adalah apa yang harus diperhatikan oleh manusia, dan apa yang paling harus diusahakan untuk diketahui oleh mereka. Ini karena pikiran Tuhan terkait erat dengan pemahaman manusia akan Tuhan dan pemahaman manusia akan Tuhan adalah kaitan yang harus ada untuk jalan masuknya manusia ke dalam kehidupan. Jadi apa yang dipikirkan Tuhan pada saat hal-hal ini terjadi?
Pada mulanya, Tuhan menciptakan umat manusia yang di mata-Nya sangat baik dan dekat dengan-Nya, tetapi mereka dihancurkan oleh air bah setelah memberontak terhadap-Nya. Apakah hati Tuhan sakit karena umat manusia langsung lenyap begitu saja? Tentu saja sakit! Jadi, apa ungkapan-Nya mengenai rasa sakit ini? Bagaimana hal ini dicatat dalam Alkitab? Hal ini dicatat dalam Alkitab sebagai berikut: "Aku akan menetapkan perjanjian-Ku dengan engkau, tidak akan ada makhluk hidup yang dimusnahkan karena air bah lagi; dan tidak akan ada air bah lagi yang akan menghancurkan bumi." Kalimat sederhana ini mengungkapkan pikiran Tuhan. Penghancuran dunia ini sangat menyakitkan hati-Nya. Dalam kata-kata manusia, Ia sangat sedih. Kita bisa membayangkan: Bagaimana bumi yang tadinya penuh kehidupan terlihat setelah dihancurkan oleh air bah? Bagaimana bumi yang tadinya penuh manusia terlihat sekarang? Tidak ada tempat tinggal manusia, tidak ada makhluk hidup, air di mana-mana, dan kekacauan mutlak tampak di permukaan air. Apakah pemandangan seperti itu merupakan maksud Tuhan yang semula ketika Ia menciptakan dunia? Tentu saja bukan! Maksud Tuhan yang semula adalah menyaksikan kehidupan di seluruh bumi, menyaksikan manusia yang diciptakan-Nya menyembah Dia, bukan hanya Nuh sebagai satu-satunya manusia yang menyembah-Nya atau satu-satunya manusia yang bisa menjawab panggilan-Nya untuk menyelesaikan apa yang Ia percayakan. Ketika umat manusia lenyap, Tuhan tidak melihat apa yang semula Ia maksudkan, tetapi justru kebalikannya. Bagaimana mungkin hati-Nya tidak sakit? Jadi ketika Ia menyingkapkan watak-Nya dan mengungkapkan emosi-Nya, Tuhan mengambil sebuah keputusan. Keputusan apa yang Ia ambil? Menaruh busur di awan (catatan: pelangi yang kita lihat) sebagai tanda perjanjian dengan manusia, sebuah janji bahwa Tuhan tidak akan lagi menghancurkan umat manusia dengan air bah. Pada saat yang sama, juga sebagai pemberitahuan kepada manusia bahwa Tuhan pernah menghancurkan dunia dengan air bah, agar umat manusia selamanya ingat mengapa Tuhan melakukan hal semacam itu.
Apakah kehancuran dunia kali ini adalah sesuatu yang Tuhan inginkan? Sama sekali bukan yang Tuhan inginkan. Kita mungkin bisa membayangkan sebagian kecil dari pemandangan menyedihkan bumi setelah kehancuran dunia, tetapi bayangan kita tidak bisa mendekati pemandangan yang tampak pada waktu itu di mata Tuhan. Kita bisa katakan bahwa, baik orang-orang zaman sekarang maupun zaman dahulu, tidak seorang pun mampu membayangkan atau menghargai apa yang Tuhan rasakan ketika Ia melihat pemandangan itu, rupa dunia setelah kehancurannya oleh air bah. Tuhan terpaksa melakukan ini karena ketidaktaatan manusia, tetapi rasa sakit yang diderita hati Tuhan akibat kehancuran dunia oleh air bah ini adalah sebuah kenyataan yang seorang pun tidak dapat memahami atau menghargainya. Itulah sebabnya Tuhan membuat perjanjian dengan umat manusia, yaitu memberitahukan kepada manusia untuk mengingat bahwa Tuhan pernah melakukan sesuatu seperti ini, dan bersumpah kepada mereka bahwa Tuhan tidak akan pernah menghancurkan dunia dengan cara seperti itu lagi. Dalam perjanjian ini kita melihat hati Tuhan—kita melihat bahwa hati Tuhan sakit ketika Ia menghancurkan umat manusia. Dalam bahasa manusia, ketika Tuhan menghancurkan umat manusia dan menyaksikan umat manusia lenyap, hati-Nya menangis dan berdarah. Bukankah ini cara terbaik kita bisa menggambarkannya? Kata-kata ini digunakan oleh manusia untuk melukiskan emosi manusia, tetapi karena bahasa manusia terlalu kurang, menggunakan kata-kata tersebut untuk menggambarkan perasaan dan emosi Tuhan tidaklah terlalu buruk bagi-Ku, dan juga tidak terlalu berlebihan. Setidaknya, itu memberimu pemahaman yang sangat jelas dan sangat tepat tentang bagaimana suasana hati Tuhan pada waktu itu. Apa yang akan engkau pikirkan sekarang ketika engkau semua melihat pelangi lagi? Setidaknya, engkau akan mengingat betapa Tuhan pernah begitu berduka karena menghancurkan dunia dengan air bah. Engkau akan ingat bahwa meskipun Tuhan membenci dunia ini dan membenci umat manusia ini, ketika Ia menghancurkan umat manusia yang Ia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri, hati-Nya sangat terluka, bergumul untuk melepaskannya, merasa enggan, dan merasa begitu berat untuk menanggungnya. Satu-satunya penghiburan bagi-Nya adalah keluarga Nuh yang terdiri dari delapan orang. Kerja sama Nuh-lah yang membuat upaya-Nya yang sungguh-sungguh dalam menciptakan segala sesuatu terasa berharga. Pada saat ketika Tuhan menderita, inilah satu-satunya hal yang dapat mengobati penderitaan-Nya. Sejak saat itu, Tuhan menempatkan semua pengharapan-Nya akan umat manusia pada keluarga Nuh, berharap mereka dapat hidup dalam berkat-Nya dan bukan kutukan-Nya, berharap mereka tidak akan pernah lagi melihat Tuhan menghancurkan dunia dengan air bah, dan juga berharap mereka tidak akan dihancurkan.
Keselamatan Tuhan
Bagian apa dari watak Tuhan yang harus kita pahami dari sini? Tuhan memandang hina manusia karena manusia bermusuhan dengan-Nya, tetapi di dalam hati-Nya, kepedulian, perhatian dan belas kasih-Nya bagi umat manusia tetap tidak berubah. Bahkan ketika Ia menghancurkan umat manusia, hati-Nya tetap tidak berubah. Ketika umat manusia penuh dengan kerusakan dan ketidaktaatan terhadap Tuhan hingga mencapai batas tertentu, Tuhan harus melakukannya, oleh karena watak dan esensi-Nya, dan sesuai dengan prinsip-prinsip-Nya. Namun, karena esensi Tuhan, Ia tetap mengasihani umat manusia, dan bahkan mau menggunakan berbagai cara untuk menebus umat manusia sehingga mereka bisa terus hidup. Sebaliknya, manusia menentang Tuhan, tetap tidak menaati Tuhan dan menolak untuk menerima keselamatan dari Tuhan, yaitu menolak untuk menerima niat baik-Nya. Tidak peduli bagaimana Tuhan memanggil, mengingatkan, memenuhi kebutuhan mereka, menolong atau menoleransi mereka, manusia tidak memahami atau menghargainya, juga tidak memperhatikannya. Dalam kepedihan hati-Nya, Tuhan tetap tidak lupa menoleransi manusia semaksimal mungkin, menunggu mereka untuk berbalik. Setelah Ia mencapai batas-Nya, Ia pun melakukan apa yang harus dilakukan-Nya tanpa keraguan. Dengan kata lain, ada jangka waktu dan proses tertentu dari saat Tuhan berencana menghancurkan umat manusia sampai Ia secara resmi mulai melakukan pekerjaan-Nya untuk menghancurkan umat manusia. Proses ini ada dengan tujuan memungkinkan manusia untuk berbalik dan merupakan kesempatan terakhir yang Tuhan berikan kepada manusia. Jadi, apa yang Tuhan lakukan selama jangka waktu ini sebelum menghancurkan umat manusia? Tuhan melakukan banyak sekali pekerjaan untuk mengingatkan dan menasihati. Tidak peduli seberapa besar kesakitan dan berdukanya hati Tuhan, Ia terus menunjukkan kepedulian, perhatian dan belas kasih-Nya yang melimpah kepada umat manusia. Apa yang kita lihat dari semua ini? Tidak diragukan lagi, kita melihat bahwa kasih Tuhan bagi umat manusia itu nyata, dan bukan sekadar ucapan di bibir. Kasih Tuhan itu benar, nyata, dan bisa dirasakan, tidak palsu, murni, tidak menipu atau memegahkan diri. Tuhan tidak pernah menggunakan tipuan atau menciptakan gambaran yang palsu untuk membuat orang melihat bahwa Ia layak dikasihi. Ia tidak pernah menggunakan kesaksian palsu agar orang melihat keindahan-Nya, atau memamerkan keindahan dan kekudusan-Nya. Bukankah aspek-aspek dari watak Tuhan ini layak mendapatkan kasih manusia? Bukankah semua itu layak mendapatkan sembah sujud manusia? Bukankah semua itu layak dihargai? Pada titik ini, Aku ingin bertanya kepada engkau semua: Setelah mendengar perkataan-perkataan ini, apakah menurutmu kebesaran Tuhan hanya kata-kata di atas selembar kertas? Apakah keindahan Tuhan hanya kata-kata yang kosong? Tidak! Tentu saja tidak! Keagungan, kebesaran, kekudusan, toleransi, kasih Tuhan, dan lain sebagainya—semua aspek dari watak dan esensi Tuhan ini dinyatakan setiap kali Ia melakukan pekerjaan-Nya, diwujudkan dalam kehendak-Nya bagi manusia, dan juga digenapi serta tecermin pada diri setiap orang. Terlepas dari apakah engkau sudah pernah merasakan sebelumnya, Tuhan memperhatikan setiap orang dengan segala cara yang memungkinkan, menggunakan ketulusan hati-Nya, hikmat-Nya dan berbagai metode untuk menghangatkan hati dan membangunkan roh setiap orang. Ini fakta yang tidak terbantahkan. Tidak peduli berapa banyak orang yang duduk di sini, setiap orang memiliki pengalaman dan perasaan yang berbeda terhadap toleransi, kesabaran dan keindahan Tuhan. Pengalaman tentang Tuhan ini, semua perasaan atau pengakuan akan Tuhan ini—singkatnya, semua hal yang positif ini adalah dari Tuhan. Jadi, dengan menggabungkan pengalaman dan pengetahuan semua orang akan Tuhan dan menggabungkannya dengan pembacaan perikop dari Alkitab pada hari ini, apakah engkau semua sekarang memiliki pemahaman yang lebih tepat dan nyata tentang Tuhan?
Apakah engkau semua memperhatikan sebuah fakta khusus dari semua ayat Alkitab, termasuk semua kisah dari Alkitab yang kita bicarakan pada hari ini? Pernahkah Tuhan menggunakan bahasa-Nya sendiri untuk mengungkapkan pikiran-Nya atau menjelaskan kasih dan kepedulian-Nya bagi umat manusia? Apakah ada catatan di mana Ia menggunakan bahasa sederhana untuk menyatakan betapa besar Ia memperhatikan atau mengasihi umat manusia? Tidak! Bukankah benar demikian? Ada begitu banyak orang di antaramu yang telah membaca Alkitab atau buku-buku lain selain Alkitab. Apakah ada di antaramu yang pernah membaca perkataan seperti itu? Jawabannya tidak! Artinya, dalam catatan Alkitab, termasuk firman Tuhan atau catatan tentang pekerjaan-Nya, Tuhan tidak pernah di zaman apa pun atau di periode mana pun menggunakan metode-Nya sendiri untuk menggambarkan perasaan-Nya atau mengungkapkan kasih dan perhatian-Nya bagi umat manusia, Tuhan juga tidak pernah menggunakan ucapan atau tindakan apa pun untuk menyampaikan perasaan dan emosi-Nya—bukankah ini fakta? Mengapa Aku mengatakannya? Mengapa Aku harus menyebutkan hal ini? Karena hal ini juga mengandung keindahan Tuhan dan watak-Nya.
Tuhan menciptakan umat manusia; terlepas dari apakah mereka telah dirusak atau apakah mereka mengikuti-Nya, Tuhan memperlakukan manusia sebagai orang-orang terkasih yang paling disayangi-Nya—atau sebagaimana manusia katakan, sebagai orang-orang yang paling disayangi-Nya—dan bukan mainan-Nya. Meskipun Tuhan berkata bahwa Ia adalah Pencipta dan manusia adalah ciptaan-Nya, yang mungkin terdengar seperti ada sedikit perbedaan dalam peringkat, kenyataannya adalah segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan bagi umat manusia jauh melebihi hubungan semacam ini. Tuhan mengasihi umat manusia, memedulikan dan menunjukkan perhatian, dan secara terus menerus serta tanpa berhenti menyediakan bagi umat manusia. Di dalam hati-Nya, Ia tidak pernah merasa bahwa ini adalah pekerjaan tambahan atau sesuatu yang layak mendapatkan banyak pujian. Dia juga tidak merasa bahwa menyelamatkan manusia, menyediakan bagi mereka dan menganugerahkan segala sesuatu kepada mereka adalah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada umat manusia. Ia hanya menyediakan bagi umat manusia secara diam-diam, dengan cara-Nya sendiri dan melalui esensi-Nya, apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya. Tidak peduli seberapa banyak penyediaan dan seberapa banyak pertolongan yang umat manusia terima dari-Nya, Tuhan tidak pernah berpikir atau berusaha untuk memperoleh pujian. Ini ditentukan oleh esensi Tuhan, dan juga merupakan ungkapan yang sebenarnya dari watak Tuhan. Inilah sebabnya, baik di dalam Alkitab atau buku apa pun, kita tidak akan pernah menemukan Tuhan mengungkapkan pikiran-Nya, dan kita tidak akan pernah menemukan Tuhan menggambarkan atau menyatakan kepada manusia mengapa Ia melakukan hal-hal ini, atau mengapa Ia sangat memedulikan umat manusia, demi membuat mereka bersyukur kepada-Nya atau memuji Dia. Bahkan ketika Ia terluka, ketika hati-Nya dalam kesakitan yang luar biasa, Ia tidak pernah melupakan tanggung jawab-Nya atau perhatian-Nya terhadap umat manusia, sementara itu Ia menanggung luka dan kesakitan ini sendirian di dalam keheningan. Sebaliknya, Tuhan terus memenuhi kebutuhan umat manusia seperti yang selalu Ia lakukan. Meskipun umat manusia sering memuji Tuhan atau bersaksi bagi-Nya, tidak satu pun dari perilaku ini dituntut oleh Tuhan. Ini karena Tuhan tidak pernah bermaksud agar hal-hal baik yang Ia lakukan bagi umat manusia ditukarkan dengan ucapan syukur atau dibayar kembali. Di sisi lain, mereka yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, mereka yang benar-benar mengikuti Tuhan, mendengarkan Dia dan setia kepada-Nya, dan mereka yang menaati-Nya—inilah orang-orang yang akan sering menerima berkat Tuhan, dan Tuhan akan mengaruniakan berkat-berkat itu tanpa keraguan. Lebih dari itu, berkat-berkat yang manusia terima dari Tuhan sering kali melampaui bayangan mereka, dan juga melampaui apa pun yang bisa digantikan oleh manusia atas apa pun yang telah mereka lakukan atau harga yang telah mereka bayar. Ketika umat manusia menikmati berkat Tuhan, apakah ada yang peduli dengan apa yang Tuhan lakukan? Apakah ada yang menunjukkan perhatian pada perasaan Tuhan? Apakah ada yang mencoba untuk menghargai rasa sakit Tuhan? Jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan ini adalah: Tidak ada! Bisakah manusia, termasuk Nuh, menghargai rasa sakit yang Tuhan rasakan pada saat itu? Apakah ada yang bisa memahami mengapa Tuhan membuat perjanjian seperti itu? Mereka tidak bisa! Umat manusia tidak menghargai rasa sakit Tuhan bukan karena mereka tidak bisa memahami rasa sakit Tuhan, dan bukan karena kesenjangan yang ada di antara Tuhan dan manusia dan bukan karena perbedaan dalam status mereka. Sebaliknya, itu karena umat manusia bahkan tidak peduli pada perasaan Tuhan. Umat manusia berpikir bahwa Tuhan itu mandiri—Tuhan tidak membutuhkan manusia untuk memedulikan-Nya, memahami-Nya atau menunjukkan perhatian mereka kepada-Nya. Tuhan adalah Tuhan, jadi Ia tidak merasakan rasa sakit, tidak memiliki emosi. Ia tidak akan bersedih, tidak akan berduka, Ia bahkan tidak menangis. Tuhan adalah Tuhan, jadi Ia tidak membutuhkan ungkapan dan penghiburan emosional apa pun. Jika Ia memang memerlukan semua ini dalam keadaan tertentu, maka Ia sendiri akan memenuhi kebutuhan itu dan tidak membutuhkan bantuan dari umat manusia. Sebaliknya, manusia yang lemah dan belum dewasalah yang membutuhkan penghiburan, penyediaan, dorongan dan bahkan penghiburan dari-Nya untuk menghiburkan keadaan emosi mereka kapan pun, di mana pun. Pemikiran seperti itu tersembunyi jauh di lubuk hati manusia: Manusia adalah pihak yang lemah. Mereka butuh Tuhan untuk menjaga mereka dalam segala hal, mereka layak menerima seluruh pemeliharaan yang mereka terima dari Tuhan, dan mereka seharusnya menuntut dari Tuhan apa pun yang mereka rasa sudah seharusnya menjadi milik mereka. Tuhan adalah pihak yang kuat. Ia memiliki segalanya dan Ia seharusnya menjadi penjaga manusia dan pemberi berkat. Karena Ia adalah Tuhan, Ia mahakuasa dan tidak pernah membutuhkan apa pun dari manusia.
Karena manusia tidak memperhatikan apa pun penyingkapan Tuhan, ia tidak pernah merasakan kesedihan, rasa sakit, atau sukacita Tuhan. Tetapi sebaliknya, Tuhan mengetahui semua ungkapan manusia seperti telapak tangan-Nya sendiri. Tuhan menyediakan kebutuhan semua manusia di setiap saat dan di semua tempat, mengamati pikiran setiap orang yang berubah-ubah dan dengan demikian menghibur, menasihati, membimbing dan menyinari mereka. Dalam hal segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan dalam diri manusia dan semua harga yang telah Ia bayar oleh karena mereka, dapatkah manusia menemukan sebuah perikop dari dalam Alkitab atau dari apa pun yang telah Tuhan katakan sampai sekarang yang menyatakan dengan jelas bahwa Tuhan menuntut sesuatu dari manusia? Tidak! Sebaliknya, tidak peduli bagaimana pun orang mengabaikan pikiran Tuhan, Ia tetap berulang kali memimpin umat manusia, berulang kali menyediakan kebutuhan manusia, dan menolong mereka, agar mereka mengikuti jalan Tuhan sehingga mereka bisa menerima tempat tujuan yang indah yang telah Ia siapkan bagi mereka. Mengenai Tuhan, apa yang Ia miliki dan siapa diri-Nya, kasih karunia, belas kasih dan semua upah yang daripada-Nya akan diberikan tanpa keraguan kepada mereka yang mengasihi dan mengikuti Dia. Namun, Ia tidak pernah mengungkapkan kepada siapa pun rasa sakit yang telah Ia derita atau keadaan pikiran-Nya, dan Ia tidak pernah mengeluh tentang siapa pun yang tidak peduli kepada-Nya atau yang tidak mengetahui kehendak-Nya. Ia hanya menanggung semua ini dalam keheningan, menunggu hari ketika manusia akan mampu memahami.
Mengapa Aku mengatakan hal-hal ini di sini? Apa yang engkau semua lihat dari hal-hal yang telah Aku katakan? Ada sesuatu dalam esensi dan watak Tuhan yang paling mudah untuk diabaikan, sesuatu yang hanya dimiliki oleh Tuhan dan tidak oleh siapa pun, termasuk oleh mereka yang dianggap orang lain sebagai orang yang hebat, orang yang baik atau oleh Tuhan menurut imajinasi mereka. Apakah sesuatu ini? Itu adalah ketidakegoisan Tuhan. Ketika berbicara tentang ketidakegoisan, engkau mungkin menganggap dirimu pun sangat tidak egois, karena jika tentang anak-anak, engkau tidak pernah tawar-menawar dengan mereka dan engkau bermurah hati terhadap mereka, atau engkau mengganggap dirimu sangat tidak egois jika berkenaan dengan orang tuamu. Apa pun yang engkau pikirkan, setidaknya engkau memiliki sebuah konsep tentang kata "ketidakegoisan" dan menganggapnya sebuah kata yang positif, dan bahwa menjadi orang yang tidak egois itu sangat mulia. Ketika engkau tidak egois, engkau menganggap dirimu hebat. Namun, tidak ada seorang pun yang dapat melihat ketidakegoisan Tuhan di antara semua hal, di antara semua manusia, peristiwa, dan objek, dan melalui pekerjaan Tuhan. Mengapa demikian? Karena manusia terlalu egois! Mengapa Aku berkata demikian? Manusia hidup dalam dunia materi. Engkau mungkin mengikuti Tuhan, tetapi tidak pernah melihat atau menghargai bagaimana Tuhan menyediakan bagimu, mengasihimu, dan memperhatikanmu. Jadi apa yang engkau lihat? Engkau melihat saudara sedarahmu yang mengasihi dan menyayangimu. Engkau melihat hal-hal yang bermanfaat bagi dagingmu, engkau memedulikan orang-orang dan hal-hal yang engkau kasihi. Inilah yang disebut manusia "ketidakegoisan". Namun orang-orang "tidak egois" semacam itu, tidak pernah peduli tentang Tuhan yang memberi kehidupan kepada mereka. Berbeda dengan Tuhan, ketidakegoisan manusia menjadi egois dan tercela. Yang manusia "tidak egois" percayai adalah kosong dan tidak realistis, tercemar, tidak sesuai dengan Tuhan, dan tidak berhubungan dengan Tuhan. Ketidakegoisan manusia adalah demi dirinya sendiri, sementara ketidakegoisan Tuhan adalah pengungkapan sejati dari esensi-Nya. Justru karena ketidakegoisan Tuhanlah manusia menerima aliran penyediaan yang tetap dari-Nya. Engkau semua mungkin tidak terlalu terpengaruh oleh topik yang Aku bahas pada hari ini dan hanya sekadar mengangguk-angguk menyetujuinya, tetapi jika engkau mencoba untuk menghargai hati Tuhan di hatimu, tanpa sadar engkau akan menemukan bahwa di antara semua orang, semua masalah, semua hal yang dapat engkau rasakan di dunia ini, hanya ketidakegoisan Tuhan yang nyata dan konkret, karena hanya kasih Tuhan kepadamu yang tidak bersyarat dan tidak bercacat cela. Selain Tuhan, ketidakegoisan siapa pun semuanya palsu, dangkal dan tidak jujur, mengandung tujuan dan niat tertentu, bersyarat, dan tidak dapat bertahan dalam ujian. Engkau bahkan bisa mengatakannya kotor dan hina. Apakah engkau semua setuju?
Aku tahu bahwa engkau semua sangat tidak akrab dengan topik-topik ini dan membutuhkan sedikit waktu untuk menyerap semua ini sebelum engkau semua bisa sungguh-sungguh memahaminya. Semakin engkau semua tidak akrab dengan masalah dan topik ini, semakin membuktikan bahwa topik-topik ini tidak ada di hatimu. Jika Aku tidak pernah membahas topik-topik ini, apakah ada di antaramu yang tahu sedikit saja tentang semua ini? Aku percaya engkau semua tidak akan pernah mengetahuinya. Itu sudah pasti. Tidak peduli seberapa banyak engkau semua dapat mengerti atau memahami, singkatnya, topik-topik yang Aku bicarakan ini adalah apa yang paling kurang dan apa yang paling harus mereka ketahui. Topik-topik ini sangat penting bagi semua orang—semua itu sangat berharga dan merupakan kehidupan, dan semua itu adalah hal-hal yang harus engkau semua miliki demi jalan di depanmu. Tanpa perkataan ini sebagai panduan, tanpa pemahamanmu tentang watak dan esensi Tuhan, engkau akan selalu memiliki tanda tanya ketika berbicara tentang Tuhan. Bagaimana engkau dapat percaya kepada Tuhan dengan benar jika engkau bahkan tidak memahami Dia? Engkau tidak mengetahui apa pun tentang emosi-Nya, kehendak-Nya, keadaan pikiran-Nya, apa yang dipikirkan-Nya, apa yang membuat-Nya sedih dan apa yang membuat-Nya bahagia, jadi bagaimana engkau dapat memikirkan tentang hati Tuhan?
Kapan pun Tuhan merasa marah, Ia menghadapi umat manusia yang tidak memperhatikan-Nya sama sekali, manusia yang mengikuti-Nya dan menyatakan bahwa mereka mengasihi-Nya tetapi sepenuhnya mengabaikan perasaan-Nya. Bagaimana mungkin hati-Nya tidak terluka? Dalam pekerjaan pengelolaan Tuhan, Ia dengan tulus melakukan pekerjaan-Nya dan berbicara kepada setiap orang, dan menghadapi mereka tanpa keraguan dan tanpa ada yang disembunyikan, tetapi sebaliknya, setiap orang yang mengikuti-Nya tertutup terhadap-Nya, dan tidak ada seorang pun yang mau secara aktif lebih mendekat kepada-Nya, memahami isi hati-Nya atau memperhatikan perasaan-Nya. Bahkan mereka yang ingin menjadi orang kepercayaan Tuhan tidak mau dekat kepada-Nya untuk memperhatikan isi hati-Nya, atau mencoba memahami-Nya. Ketika Tuhan bersukacita dan berbahagia, tidak ada seorang pun yang kepadanya Ia membagi kebahagiaan-Nya. Ketika Tuhan disalahpahami oleh manusia, tidak ada seorang pun yang menghibur hati-Nya yang terluka. Ketika hati-Nya terluka, tidak ada seorang pun yang mau mendengarkan curahan isi hati-Nya di dalam hati mereka. Di sepanjang ribuan tahun pekerjaan pengelolaan Tuhan ini, tidak ada seorang pun yang memahami emosi Tuhan, juga tidak ada seorang pun yang memahami atau menghargainya, apa lagi yang dapat berdiri di samping Tuhan untuk berbagian dalam suka dan duka-Nya. Tuhan itu kesepian. Ia kesepian! Tuhan kesepian bukan hanya karena manusia yang rusak menentang Dia, tetapi karena mereka yang berusaha untuk menjadi rohani, mereka yang berusaha untuk mengenal dan memahami Dia, dan bahkan mereka yang bersedia mempersembahkan seluruh hidup mereka kepada-Nya, mereka juga tidak mengetahui pikiran-Nya dan tidak memahami watak dan emosi-Nya.
Di akhir dari kisah Nuh, kita melihat bahwa Tuhan menggunakan metode yang tidak biasa untuk mengungkapkan perasaan-Nya pada waktu itu. Metode ini sangat istimewa, yaitu dengan mengadakan sebuah perjanjian dengan manusia. Ini adalah metode yang menyatakan bahwa terakhir kalinya Tuhan menggunakan air bah untuk menghancurkan dunia. Dari luar, membuat sebuah perjanjian tampaknya seperti hal yang sangat biasa. Itu tidak lebih dari menggunakan kata-kata untuk mengikat kedua belah pihak dari tindakan pelanggaran, sehingga menolong untuk tercapainya tujuan melindungi kepentingan kedua belah pihak. Dari bentuknya, itu merupakan hal yang sangat biasa, tetapi dari motivasi di baliknya serta makna mengapa Tuhan melakukan hal ini, itu merupakan penyingkapan sejati dari watak dan keadaan pikiran Tuhan. Jika engkau mengesampingkan dan mengabaikan perkataan-perkataan ini, jika Aku tidak pernah memberitahukan kepadamu kebenaran dari hal-hal ini, maka umat manusia tidak akan pernah tahu pikiran Tuhan. Mungkin di dalam imajinasimu Tuhan tersenyum ketika Ia membuat perjanjian ini, atau mungkin air muka-Nya serius, tetapi terlepas dari apa pun ungkapan Tuhan yang paling umum dalam imajinasi manusia, tidak seorang pun dapat melihat hati Tuhan atau rasa sakit-Nya, apalagi kesepian-Nya. Tidak seorang pun dapat membuat Tuhan memercayai mereka atau layak Tuhan percayai, atau menjadi seseorang yang kepadanya Tuhan dapat mengungkapkan pikiran-Nya atau mencurahkan rasa sakit-Nya. Itulah sebabnya Tuhan tidak punya pilihan selain melakukan hal semacam ini. Di permukaan, Tuhan melakukan hal yang mudah untuk berpisah dengan kemanusiaan sebelumnya, mengakhiri masa yang lalu, dan melakukan penyelesaian sempurna dengan kehancuran dunia oleh air bah. Namun Tuhan telah mengubur rasa sakit dari saat itu jauh di lubuk hati-Nya. Pada saat ketika Tuhan tidak memiliki siapa pun yang kepadanya Ia dapat mencurahkan isi hati-Nya, Ia membuat perjanjian dengan umat manusia, memberitahukan kepada mereka bahwa Ia tidak akan pernah lagi menghancurkan dunia dengan air bah. Ketika pelangi muncul, itu mengingatkan kepada manusia bahwa hal semacam itu pernah terjadi, mengingatkan kepada mereka agar tidak melakukan hal-hal yang jahat. Bahkan dalam keadaan yang menyakitkan seperti itu, Tuhan tidak melupakan umat manusia, dan tetap menunjukkan begitu banyak perhatian kepada mereka. Bukankah ini adalah kasih dan ketidakegoisan Tuhan? Namun, apa yang manusia pikirkan ketika mereka menderita? Bukankah pada saat seperti ini mereka paling membutuhkan Tuhan? Pada saat seperti ini, orang selalu memohon dengan sangat agar Tuhan dapat menghibur mereka. Tidak peduli kapan pun, Tuhan tidak akan pernah mengecewakan manusia, dan Ia akan selalu menolong mereka untuk keluar dari kesulitan dan untuk hidup di dalam terang. Meskipun Tuhan begitu banyak menyediakan kebutuhan manusia, di hati manusia, Tuhan tidak lebih dari sekadar pil penenang, tonik yang menghiburkan. Ketika Tuhan sedang menderita, ketika hati-Nya terluka, memiliki makhluk ciptaan atau seseorang untuk menemani atau menghibur-Nya, tidak diragukan lagi, itu hanyalah keinginan yang terlalu berlebihan bagi Tuhan. Manusia tidak pernah memperhatikan perasaan Tuhan, sehingga Tuhan tidak pernah meminta atau mengharapkan ada seseorang yang dapat menghibur-Nya. Ia hanya menggunakan metode-Nya sendiri untuk mengungkapkan perasaan-Nya. Orang berpikir bukan masalah besar bagi Tuhan untuk mengalami penderitaan, tetapi hanya ketika engkau dengan sungguh-sungguh mencoba untuk memahami Tuhan, ketika engkau bisa dengan tulus menghargai niat Tuhan yang sungguh-sungguh dalam segala sesuatu yang Ia lakukan, maka engkau akan dapat merasakan kebesaran dan ketidakegoisan-Nya. Meskipun Tuhan membuat perjanjian dengan umat manusia dengan menggunakan pelangi, Ia tidak pernah mengatakan kepada siapa pun mengapa Ia melakukan hal ini, mengapa Ia menetapkan perjanjian ini, yang artinya Ia tidak pernah mengatakan kepada siapa pun pikiran-Nya yang sebenarnya. Ini karena tidak ada seorang pun yang dapat memahami kedalaman kasih Tuhan bagi umat manusia yang Ia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang dapat menghargai betapa besar rasa sakit yang diderita dalam hati-Nya ketika Ia menghancurkan umat manusia. Oleh karena itu, bahkan jika Ia mengatakan kepada manusia bagaimana perasaan-Nya, mereka tidak dapat menerima kepercayaan ini. Sekalipun dalam kesakitan, Ia tetap melanjutkan langkah berikut dalam pekerjaan-Nya. Tuhan selalu memberikan sisi terbaik-Nya dan hal-hal terbaik untuk umat manusia sementara dengan diam-diam Ia menanggung penderitaan-Nya sendiri. Tuhan tidak pernah secara terbuka mengungkapkan penderitaan ini. Sebaliknya, Ia menanggungnya dan menunggu dalam keheningan. Ketahanan Tuhan tidak dingin, mati rasa atau tidak berdaya, juga bukan tanda kelemahan. Semua itu adalah karena kasih dan esensi Tuhan selalu tidak mementingkan diri sendiri. Ini adalah penyingkapan yang alamiah dari esensi dan watak-Nya, serta perwujudan sejati dari identitas Tuhan sebagai Sang Pencipta yang sejati.
Setelah mengatakan semua itu, beberapa orang mungkin salah dalam menafsirkan apa yang Kumaksudkan. "Apakah menggambarkan perasaan Tuhan dengan sedemikian terperinci dan sesensasional ini, bermaksud membuat orang merasa kasihan kepada Tuhan?" Apakah itu yang dimaksudkan di sini? (Tidak!) Satu-satunya tujuan-Ku mengatakan semua ini adalah agar engkau semua mengenal Tuhan dengan lebih baik, memahami setiap bagian dari diri-Nya, memahami emosi-Nya, menghargai bahwa esensi dan watak Tuhan, secara nyata dan sedikit demi sedikit, diungkapkan melalui pekerjaan-Nya, sebagai kebalikan dari apa yang dilukiskan melalui kata-kata kosong manusia, huruf-huruf tertulis dan doktrin mereka, atau imajinasi mereka. Artinya, Tuhan dan esensi Tuhan benar-benar ada—semua itu bukan lukisan, bukan dibayangkan, bukan dibangun oleh manusia, dan tentu saja bukan dibuat oleh manusia. Apakah engkau semua mengenalinya sekarang? Jika engkau semua mengenalinya, maka kata-kata-Ku pada hari ini telah mencapai tujuannya.
Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar